Nama saya Ade Citra Kurnia Melati Putri, tanggal 6 Oktober 2018 resmi diwisuda oleh kampus tercinta ❤
Banyak lika-liku menjadi seorang pencaker diantara ribuan mahasiswa yang lulus di Indonesia. Awal lulus tentu semangat-semangatnya nyari kerja. Ngerasa pede berbekal IPK cumlaude ngelamarlah di beberapa perusahaan BUMN, namun IPK bukanlah patokan utama ternyata. Memang, sebagian perusahaan mematok IPK tinggi untuk meloloskan seleksi administrasi para pencaker. Tapi selain itu pasti hal lain yang mereka pertimbangkan adalah pengalaman kita, seberapa aktif kita di kampus dan seberapa berguna kita di lingkungan. Beberapa kali saya lolos seleksi administrasi BUMN, tetapi selalu gagal di tahap pertengahan bahkan pernah tidak lolos tahap akhir wkwkwkwk :')
Saya rasa selama ini, lulusan sarjana termasuk saya selalu memilah-milah pekerjaan hanya karena takut pandangan masyarakat. Tidak salah memang, tapi di zaman sekarang jarang sekali kalian dapatkan pekerjaan "yang langsung penak" mengingat saingan kerja semembludak ini. Lihatlah, seberapa banyak lulusan sarjana sekarang. Bahkan, berapa banyak sarjana yang memiliki IPK cumlaude. Berapa banyak sarjana yang berpengalaman di organisasi. Berapa banyak sarjana yang lulus bersama. Zaman sudah berubah, jumlah sarjana semakin meningkat namun "pekerjaan penak" yang didambakan sarjana semakin menipis. Jadi bagaimana nasib kita?
Saya pernah mendengar Merry Riana mengatakan bahwa zaman kita adalah zaman dimana kita harus berusaha sendiri. Zaman kita harus membuat peluang bagi kita sendiri, yaitu dengan menjadi wirausaha. Tetapi bagi kita tentulah hal tersebut sangat sulit untuk dimulai dan dikerjakan. Hal yang pasti ada di benak kita adalah soal memulai, modal, resiko usaha dan bagaimana mengolah usaha. Sayapun demikian, tiap saya memilih jalan untuk berwirausaha saya selalu ragu dan sulit memulai. Pengecut! Saya dan kalian yang berpikiran sama adalah seorang pengecut. Lalu sekali lagi, bagaimana nasib kita? Sebenarnya pekerjaan ada sangat banyak, namun beberapa sarjana termasuk saya memandang diri kita kurang pantas mengerjakannya. Betul tidak? Dan itu yang membuat kita hanya stuck di sini dan tidak berkembang. Bagaimana kita mematok kepantasan pekerjaan dengan diri kita hanya karena kita lulus sarjana? Padahal kita benar-benar membutuhkan pekerjaan. Mengapa tidak melakukan hal-hal dari tingkatan terendah kemudian naik ke atas. Dengan begitu kita tahu nikmatnya berjuang. Bukankah gula akan terasa manis ketika kita sudah pernah merasakan pahit?
Banyak lika-liku menjadi seorang pencaker diantara ribuan mahasiswa yang lulus di Indonesia. Awal lulus tentu semangat-semangatnya nyari kerja. Ngerasa pede berbekal IPK cumlaude ngelamarlah di beberapa perusahaan BUMN, namun IPK bukanlah patokan utama ternyata. Memang, sebagian perusahaan mematok IPK tinggi untuk meloloskan seleksi administrasi para pencaker. Tapi selain itu pasti hal lain yang mereka pertimbangkan adalah pengalaman kita, seberapa aktif kita di kampus dan seberapa berguna kita di lingkungan. Beberapa kali saya lolos seleksi administrasi BUMN, tetapi selalu gagal di tahap pertengahan bahkan pernah tidak lolos tahap akhir wkwkwkwk :')
Saya rasa selama ini, lulusan sarjana termasuk saya selalu memilah-milah pekerjaan hanya karena takut pandangan masyarakat. Tidak salah memang, tapi di zaman sekarang jarang sekali kalian dapatkan pekerjaan "yang langsung penak" mengingat saingan kerja semembludak ini. Lihatlah, seberapa banyak lulusan sarjana sekarang. Bahkan, berapa banyak sarjana yang memiliki IPK cumlaude. Berapa banyak sarjana yang berpengalaman di organisasi. Berapa banyak sarjana yang lulus bersama. Zaman sudah berubah, jumlah sarjana semakin meningkat namun "pekerjaan penak" yang didambakan sarjana semakin menipis. Jadi bagaimana nasib kita?
Saya pernah mendengar Merry Riana mengatakan bahwa zaman kita adalah zaman dimana kita harus berusaha sendiri. Zaman kita harus membuat peluang bagi kita sendiri, yaitu dengan menjadi wirausaha. Tetapi bagi kita tentulah hal tersebut sangat sulit untuk dimulai dan dikerjakan. Hal yang pasti ada di benak kita adalah soal memulai, modal, resiko usaha dan bagaimana mengolah usaha. Sayapun demikian, tiap saya memilih jalan untuk berwirausaha saya selalu ragu dan sulit memulai. Pengecut! Saya dan kalian yang berpikiran sama adalah seorang pengecut. Lalu sekali lagi, bagaimana nasib kita? Sebenarnya pekerjaan ada sangat banyak, namun beberapa sarjana termasuk saya memandang diri kita kurang pantas mengerjakannya. Betul tidak? Dan itu yang membuat kita hanya stuck di sini dan tidak berkembang. Bagaimana kita mematok kepantasan pekerjaan dengan diri kita hanya karena kita lulus sarjana? Padahal kita benar-benar membutuhkan pekerjaan. Mengapa tidak melakukan hal-hal dari tingkatan terendah kemudian naik ke atas. Dengan begitu kita tahu nikmatnya berjuang. Bukankah gula akan terasa manis ketika kita sudah pernah merasakan pahit?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus